Resume
ke : 7
Tanggal : 23 Januari 2023
Nara
sumber : Ditta Widya Utami, S.Pd, Gr.
Gelombang : 28
Tema : Mengatasi Writer's Block
Moderator : Ralliyanti, S.Sos, M.Pd.
Alhamdulillah
malam ini kita memasuki pertemuan ke-7 kelas belajar menulis nusantara dimana yang
menyampaikan materinya Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd.,Gr dan moderator Raliyanti,
S.Sos.,M.Pd. Pembicara kita pada malam ini seorang ibu muda yang geulis, smart,
baik hati dan tidak sombong. Seorang guru dengan prestasi-prestasinya yang luar
biasa. Silakan dilihat dulu profil narsum kita malam ini di sini: https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html?m=1
Seorang guru berprestasi dan sangat menginspirasi. Yang akan menyampaikan dan memberikan
materi malam ini yang bertema "Mengatasi Writer's Block"
Pembicara
merupakan alumni kelas menulis yg kini bernama KBMN. Tepatnya alumni Gelombang
Ke-7. Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan
prosesnya. Tak bisa instan tentu. Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar
bisa menjadi seperti Omjay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr.
Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tak bisa saya sebut satu per satu.
Kegiatan
awal menulis itu dilakukan ketika masih disekolah dasar dengan menulis buku
harian atau diary. Lalu saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan
pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. Atas
arahan guru Bahasa Inggris saya saat itu, saya juga menulis diary dalam bahasa
Inggris.
Dilanjutkan
SMA, saya masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary
saya sempat berkomentar bahwa tulisan saya sudah seperti novel. Namanya anak
remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun
belakangan, saya tahu bahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self
healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan
kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi
dsb.
Rupanya
kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, saya
pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekan saya dan diikutsertakan
dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah meraih posisi
kedua. Di saat kuliah juga, saya menulis proposal bersama teman-teman dan kami
berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta.
Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar.
Awal
masuk dunia kerja, bisa dibilang saya cukup vakum menulis. Mengajar di boarding
school dengan aktivitas yang padat membuat saya mengambil jeda sejenak dalam
dunia kepenulisan. Hingga akhirnya di awal masa pandemi, saya mengikuti kelas
menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7. Saya sangat bersyukur, karena
berawal dari arahan untuk membuat resume, saya kemudian kembali aktif menulis
di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko. Alhamdulillah menjadi
1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit
di penerbit mayor.
Karena
terbiasa menulis juga, alhamdulillah saya bisa menyelesaikan esai di seleksi
Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus.
Alhamdulillah saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6. Ibu dan Bapak hebat
dimana pun Anda berada, kita yang tergabung dalam grup ini tentu sepakat bahwa
menulis memiliki banyak manfaat (disadari/tidak).
Ada
yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa
pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai
makhluk yang berbahasa dan berbudaya.
Nah,
lalu apa kaitannya cerita saya dengan writer's block?
Pertama,
mari kita samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas. Sebagaimana
dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis
ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dsb. Menulis adalah kata kerja yang
hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis,
jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yg tulisannya mengajak orang
untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan
profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada
ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dll.
Faktanya,
penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block.
Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita menyadari dan mengatasinya. Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya.
Hal
ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak. Istilah writer's block
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund
Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa
terjadi berulang. Me-reinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa saya
katakan WB ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila
kondisinya memungkinkan.
Ibarat
penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor
penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan WB. Agar bisa terhindar atau segera
terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya.
Berikut
adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan WB:
Mencoba
metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat
untuk WB.
Misal
ketika jadi penyebab: Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian
tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode
penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah
terserang WB.
Lalu
bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan
faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga. Dalam Kamus Psikologi, stres
diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik. Lelah
fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada
akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB
deh.
Maka,
mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi.
Mempelajari
hal-hal baru yang berbeda dg sebelumnya pasti menyenangkan. Beberapa teman dan
saya sendiri terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang
disukai untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa
jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum
bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah
kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi
WB.
Terakhir
yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis.
Tapi,
justru itulah salah satu kunci menghadapi WB. Bila saat itu saya terlalu
perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan saya sudah sesuai kaidah atau
belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Kondisi
menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dsb
ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis
bebas.
Nah,
jadi siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir
dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan
masiiih banyak kekhawatiran lainnya. Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi
salah satu penyebab WB-nya. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik
daripada tulisan yang tidak selesai?
Mantap betul👍🏻
BalasHapusSaya orang yang kebanyakan khawatir, gimana nih pak
BalasHapus